KOPDAR IIDN KE-6 : 1st Anniversary

Happy birthday to you
Happy birthday to you
Happy birthday IIDN Solo
Happy birthday to you

Happy 1st anniversary ... :D


Nggak terasa 1 tahun sudah IIDN Solo malang melintang di dunia kepenulisan. Sudah kek pendekar aja ya, hahaha :D Selamat buat IIDN Solo. Selamat juga buat para membernya yang makin hari makin eksis dengan berbagai prestasinya.
Di kopdar IIDN Solo yang ke-6 ini, Mbak Ety Handayaningsih yang menjadi tuan rumahnya dan sekaligus mengajak para anggota IIDN Solo untuk mengenal seluk beluk blog. Mengambil tempat di Ayam Resto Jl. Solo-Tawangmangu KM.10 Jaten Karanganyar, Mbak Ety dengan sabar membimbing anggota IIDN Solo yang hadir saat itu dan berjumlah 12 orang. (Tuh, kan. Lagi-lagi berkisar di antara angka 13). Step by step materi di ajarkan. Mulai dari membuat blog baru, membuat laman, mengatur template dan menghias blog. Nah, berhubung yang diajar adalah para pelajar senior, jadi tentornya juga musti ekstra sabar dengan segala macam kebingungan dan kepuyengannya, haha ... Nggak percaya? Coba tengok foto-foto ini. Tuh, kan, pada serius bingit. Yang penting tetap semangat belajar ...!!! \ (^_^) /




Tepat adzan dhuhur, kami break isoma. Hidangan sup, ayam goreng lengkap dengan lalapan dan hasil kebun Bu Ima berupa buah jambu terhidang di meja. Kami menyantap dengan lahap sambil sesekali masih berbincang. Di akhir acara isoma, beberapa ibu-ibu menggelar dagangan, hahaha ... maklum jiwa ibu-ibu pebisnis. Hebat! Ada banyak jenis dagangan yang gelar. Mulai dari baju, jilbab, sampai matriks. Pokoknya, tidak ada peluang yang terlewatkan. Semua kesempatan harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, karena kesempatan tidak akan datang dua kali, kan?
Pukul 2 tepat acara ditutup. Seperti biasa, selain ditutup dengan hamdalah dan bagi-bagi oleh-oleh dari Bu Ima berupa buah mangga, acara ini juga ditutup dengan acara foto-foto. Kalau yang ini sih acara wajib, hehehe .. :D :D



     Sebagai penutup reportase ini, sekali lagi ... Happy 1st anniversary buat IIDN Solo. Semoga semakin sukses dengan karya dan prestasi anggotanya. Tidak hanya merajai nusantara, tapi juga merajai dunia. Amin :D :D

Related Posts:

ONCE UPON TIME IN SELARAS



Bagi beberapa orang, memiliki perjalanan karir perlu melalui beberapa tempat kerja sebelum akhirnya mendapatkan tempat kerja yang klik. Klik di sini bukan hanya dilihat dari segi finansal, tapi juga suasana kerja, rekan kerja, sikap bos dan sistem yang dijalankan di tempat tersebut. Bisa dibilang, ini adalah proses mencari-cari. Dalam proses mencari itulah, terkadang, kita menemukan atau bahkan membuat sebuah hubungan yang menghadirkan cerita-cerita seru dengan rekan kerja, atasan atau juga asisten. 
Hari-hari di tempat kerja tidak hanya dilalui dengan hal-hal yang menyenangkan. Pertengkaran, cek cok, tangis-tangisan sampai mengharu biru juga ada, lho. Ini tidak hanya terjadi sehari atau dua hari. Terkadang bisa terjadi minggun, bulanan atau tahunan. Sikap kita dalam menghadapi berbagai situasi yang berkembang ditempat kerja, serta hubungan yang kita kembangkan, sangat menentukan kekompakan yang terbentuk. Hubungan dari hati ke hati. 
Saya dan para asisten, hubungan kami tidak hanya sebatas pekerjaan. Kami sudah seperti saudara, seperti adik kakak. Setiap permasalahan di diskusikan dan dipecahkan bersama. Terkadang bukan hanya masalah pekerjaan saja, masalah pribadi pun terkadang tak luput dari curhatan, hehehe :D
Dan bila saat itu tiba, saat kita harus move on (itu istilah yang saya pakai pada asisten-asisten saya, untuk menggapai sesuatu yang lebih baik). Ada rasa yang gimana gitu, jika harus meninggalkan mereka. Rasanya sayang meninggalkan mereka. Namun manusia harus terus maju, mencapai sesuatu yang lebih baik. Sekarang adalah momen saya. Suatu saat bisa jadi momen mereka.
Bulan ini, resmi sudah saya meninggalkan mereka. Hari terakhir masuk kerja dan berpamitan, banyak pesan dan kesan yang terucap. Kata perpisahan, suasana syahdu dan air mata yang hampir saja menetes. Tapi untung saja saya masih bisa menahan .. :( :( Di hari terakhir itu pula, mereka memberikan ini pada saya. Pertama kali saya melihatnya, saya langsung bilang, "so sweet sekali kalian." Merekapun menjawab, "jangan dilihat dari harganya ya, Mbak." Tentu saja. Ini hanyalah simbolis. Tapi saya yakin, jauh di dalam hati mereka ada yang lebih berharga, persahabatan. Dan itu tidak mengurungkan saya untuk memeluk mereka satu per satu :'( :'(


Terima kasih untuk para asistenku. Terima kasih atas bantuan kalian selama ini, atas kesabaran dan perhatian kalian, atas keceriaan hari-hari kita yang lalu. Semoga kesuksesan menyertai kita semua. Amin :) :)

Related Posts:

MANAJEMEN WAKTU?! PERLU ..!


Semakin hari aktivitas kita semakin padat. Terutama buat anak sekolahan, nih. Pagi ke sekolah, siang ekstrakulikuler, sore les, malam ngerjain pr sambil belajar. Liburan nggak ada istilah tinggal di rumah. Jadwal jalan bareng teman sudah menunggu. Nah, dengan kegiatan kamu yang seabreg, pernah nggak kamu lupa undangan penting dari sobat dekatmu, jadwal ekstrakulikuler yang terlewat, pe-er ada yang kelupaan, atau malah, nggak tahu sama sekali hari ini musti ngapain?
Nggak asyikkan, masih muda sudah nggak fokus dan ketahuan pikunnya. Hahaha ... J Memang, kapasitas otak manusia terbatas. Jadi, tidak semua hal bisa kita ingat dengan baik. Untuk hal-hal seperti ini kamu bisa gunakan manajemen waktu untuk membantu merancang hidupmu lebih disiplin, lebih teratur, dan easier.

ü  Jangan Easy Going
Easy going atau suka menggampangkan adalah sifat dari sosok orang hidupnya paling santai sedunia, nggak mau ambil pusing dengan apa yang terjadi, termasuk yang terjadi pada dirinya sendiri dan lingkungan terdekatnya. Mereka beranggapan, membuat perencanaan dan melaksanakan rencana tersebut dengan disiplin adalah sesuatu yang merepotkan. Waktu mereka terbuang percuma untuk sesuatu yang kurang bermanfaat. Mereka lebih suka santai, tidak ada ikatan, tidak ada aturan. Nah, beginilah ciri-ciri easy goinger:
Suka menunda pekerjaan
Waktu terus berjalan. Setiap saat ada saja yang harus dikerjakan. Kalau tidak disegerakan, maka pekerjaan itu akan terus datang, lalu menumpuk, dan akhirnya menggunung. Siapa yang akan belingsatan? Kamu sendiri, kan.
Orang yang suka menunda-nunda pekerjaan akan terjebak dalam situasi kepepet. Ujung-ujungnya akan mengeluarkan jurus the power of kepepet. Pekerjaan diselesaikan di bawah tekanan. Alhasil, sesuatu yang dikerjakan dalam keadaan high pressure akan kurang maksimal.
Tidak disiplin
Suatu saat kamu sudah membuat daftar rencana yang akan kamu lakukan esok hari. Namun yang terjadi, tidak ada satupun dari jadwal itu yang dilaksanakan. Wah, kacau!
Membuat suatu perencanaan adalah sebuah langkah bagus, tapi kalau tidak ada niat dan tindakan untuk melaksanakannya, sama juga bohong. Disiplin adalah salah satu jalan keluar untuk mencapai keberhasilan. Orang yang disiplin akan belajar untuk mengendalikan diri sendiri. Mereka akan memaksa diri mereka melakukan sesuatu yang tidak mereka inginkan, untuk memperoleh sesuatu yang mereka inginkan. Begitu pula sebaliknya.
Malas
Sebel nggak, sih, kalau lihat adik atau kakak kamu malesnya nggak ketulungan. Kebanyakan nonton tv, ngegameberjam-jam, betah di depan laptop lama-lama dengan tujuan yang nggak jelas, atau ngobrol di ponsel seharian (ngabisin kuota gratisan kale, yaaa :P ). Padahal, kamarnya berantakan kayak kapal pecah. Tugas sekolah masih numpuk di meja belajar dan nggak tersentuh sama sekali.
Sebenarnya kegiatan-kegiatan itu boleh dilakukan namun berada pada prioritas kesekian dalam hidup. Sekedar intermezzo, bolehlah nonton tv, ngegame, ngenet, ngobrol, yang intinya adalah selingan setelah kita menyelesikan kegiatan utama. Yang terpenting adalah, kegiatan utama beres dulu. Seperti tugas-tugas sekolah, atau tanggung jawab pribadi di rumah seperti membereskan kamar.
Tidak memahami prioritas
Tahu, dong, sama yang namanya prioritas. Mendahulukan sesuatu yang lebih utama. Nah, beberapa orang kurang bisa membedakan antara permasalahan yang penting dan permasalahan yang kurang penting, mana yang mendesak mana yang kurang mendesak. Mereka kurang suka berpikir. Lebih suka hidupnya mengalir seperti air. Eit, tapi hati-hati. Air itu selalu mengalir ke tempat yang rendah, lho. Ke got, ke comberan, bahkan ke laut lepas yang akhirnya bisa menghanyutkan.
Orang yang kurang bisa membuat skala prioritas dalam hidupnya, akan mendapat kurang dari yang sebenarnya bisa mereka dapatkan. Semua terjadi karena hidup mereka yang kurang teratur. Sebagai contoh ketika kamu hendak bepergian dan hanya diperbolehkan membawa 1 tas saja. Kamu akan memasukkan semua pakaian dan barang bawaan sekaligus, atau kamu akan melipat dan menatanya dengan rapi? Kalau kamu hanya punya 1 tas dan memasukkan semuanya sekaligus, maka isi tasmu akan berantakan dan hanya sedikit barang yang muat di dalamnya. Tapi jika kamu melipat dan menatanya, isi tasmu akan terlihat lebih rapi dan akan banyak barang yang muat masuk ke dalamnya.

ü  Buat skala prioritas
Setiap orang memiliki berbagai hal penting dan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan. Dengan waktu yang hanya 24 jam, kamu dituntut untuk melaksanakan semuanya. Di sinilah pentingnya mengatur dan memilih prioritas.
Kamu bisa membagi kegiatanmu selama sehari ke dalam 4 kelompok. Penting, tidak penting, mendesak, dan tidak mendesak. Penting, mencakup kegiatan utamamu yang harus kamu jalani. Mendesak, berarti segala sesuatu yang perlu diperhatian dan dilaksanakan segera.

ü  Catat semua kegiatan
Mencatat kegiatan yang akan kamu lakukan sama juga membantumu untuk fokus mancapai sasaran. Kamu akan membacanya berulang-ulang, menambah, merevisi, mencoret mana yang sudah terlaksana dan lebih fokus pada kegiatan yang belum sempat terlaksana. Dan yang pasti, dengan mencatat jadwal kegiatanmu, kamu akan terhindar dari alasan lupa, hehehe ... ^^

ü  Laksanakan dengan maksimal
Jangan pernah membuang waktu. Karena waktu yang terbuang tidak akan pernah kembali. Apa yang bisa kamu lakukan sekarang, lakukan! Next time pasti akan ada pekerjaan lainnya yang sudah menunggumu. Kalau perlu, lakukan double job. Kalau kamu bisa melakukan beberapa pekerjaan sekaligus, lakukan! Seperti kata pepatah. Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulang terlampaui. Dengan begitu, akan ada banyak pekerjaan yang bisa kamu selesaikan tepat waktu.

ü  Disiplin
Orang yang memiliki manajemen waktu bukan berarti perfect. Tapi paling tidak, dia sudah berusaha untuk mawas diri dengan mengatur hidupnya dengan baik dan melaksanakannya dengan baik. Mengerjakan pe-er segera, belajar setiap hari tanpa harus menunggu ada ulangan harian, datang ke tempat les tepat waktu, selalu hadir di kegiatan ekstrakulikuler. Mendisiplinkan diri sama juga menghindarkan diri dari stress, akibat menunda-nunda pekerjaan atau harus mengerjakan pekerjaan yang terlanjur menumpuk.

ü  Evaluasi
Sebelum berangkat ke peraduan, sempatkan dulu untuk mengevaluasi jadwal kegiatan harianmu. Dalam keadaan rilek dan menjelang tidur adalah saat yang tepat untuk melakukan evaluasi. Terkadang, tidak semua kegiatan bisa terlaksana hari itu. Kamu bisa pindahkan ke hari esok atau hari yang lain. Evaluasi juga kenapa kegiatan itu bisa terlewatkan.  Apakah keadaan yang tidak memungkinkan, atau memang ada kegiatan lain yang lebih penting yang harus dilakukan. Setelah semuanya selesai, kamu bisa langsung membuat jadwal kegiatanmu yang baru untuk esok hari.

Manajemen waktu akan sangat membantu kamu dalam menjalani hidup, dan memastikan sesuatunya berjalan dengan lancar, karena merencanakan sesuatu di awal akan membuat segala sesuatunya jauh lebih mudah. Selamat mencoba :)


THE END

Related Posts:

MAJU BERBISNIS MENEMBUS GEOGRAFIS


Perkembangan teknologi berjalan sangat pesat. Jauhnya jarak bukan lagi sebuah halangan untuk saling menyapa, ngobrol, bahkan berbagi pengalaman dan ilmu antar manusia di seluruh penjuru dunia. Inilah yang dimanfaatkan oleh Muri Handayani, seorang tentor sekaligus pendiri Sekolah Bisnis Online.
Sekolah Bisnis Online yang didirikan oleh Hani, demikian dia biasa disapa, dimulai sejak 20 September 2014. Ini merupakan lembaga non formal yang mengajarkan banyak hal, terutama tentang seluk beluk membangun dan menjalankan bisnis secara online. Dengan memanfaatkan berbagai macam sosial media yang tersedia seperti facebook, twitter, dan instagram, Hani tidak segan membagi ilmu dan pengalamannya kepada murid-muridnya.

Hani membidik para ibu rumah tangga sebagai muridnya, dengan alasan banyaknya ibu rumah tangga yang ingin membantu suami mereka dari sisi keuangan namun tetap ingin mengedepankan kebersamaan bersama keluarga. Dalam hal ini, para ibu rumah tangga tersebut hanya perlu duduk manis di depan laptop atau smartphone mereka dan mengakses facebook. Meski pada kenyataannya tidak hanya para ibu saja yang tertarik bergabung di sekolahnya. Para bapak pun ada. Selain itu, tidak sedikit pula karyawan yang sedang berada dalam fase keraguan karena keinginannya untuk resign dengan alasan penghasilan dari bisnis online terkadang melebihi gajinya sebagai karyawan.
“Dengan bertumbuhnya pengusaha-pengusaha baru maka akan banyak lapangan kerja sehingga dapat mengurangi angka pengangguran,” tambah alumni Universitas Budi Luhur ini.
Semua dipersilahkan untuk bergabung di sekolah ini. Apalagi jika menginginkan memulai ataupun mengembangkan bisnis onlinenya. Jadi tidak heran jika murid-murid di sekolah online ini bukan hanya berasal dari Indonesia dari Sabang sampai Merauke, tapi juga dari berbagai negara seperti Amerika, Swedia, dan juga Kairo.
Di sekolah online milik Hani, banyak materi yang diajarkan. Mulai dari excellent service, branding, sistem pembayaran, tips dan trik, optimasi sosisal media, pemasaran, foto produk cantik, pengemasan, waspada penipuan, penentuan harga jual, hingga sistem keagenan. Sangat komplit, bukan?
Menurut Hani, banyak keunggulan berbisnis secara online, diantaranya adalah waktu yang flexibleseolah-olah toko tersebut buka 24 jam karena pebisnis dapat merespon konsumen kapan saja. Selain itu biasa berbisnis via online lebih murah karena tidak harus menyediakan etalase dan keperluan toko lainnya. Dan yang terpenting adalah jangkauannya yang luas hingga internasional yang berdampak pada potensi percepatan perkembangan bisnis.
Hani menambahkan, selain keunggulan tadi, bisnis online juga mempunyai kelemahan. Kelemahan tersebut terdapat pada kualitas warna dari foto produk yang terkadang tidak kurang sesuai dengan aslinya. Selain itu, bisnis online sangat tergantung dengan jaringan internet. Hal ini perlu menjadi perhatian karena interaksi dengan calon konsumen 80% terjadi di sosial media. Jika jaringan bermasalah, maka secara otomatis transaksi tidak dapat dilakukan.
 Di akhir wawancara, Hani tidak segan membagi tips bagi Anda yang akan memulai bisnis online. Yang harus dilakukan pertama kali oleh para pebisnis online adalah menentukan produk/jasa apa yang akan dijual, lalu menentukan target marketnya. Anda dapat memanfaatkan media sosial seperti facebook, twitter, dan instagram dengan membuat akun dengan menggunakan nama toko yang Anda inginkan. Langkah selanjutnya adalah Anda harus mengambil foto semenarik mungkin sebagai promosi atas produk/jasa yang ditawarkan. Dan yang terpenting adalah melengkapi saran komunikasi yang mempermudah hubungan Anda dengan konsumen seperti BBM, Line, WA, Email, dll.
Satu hal lagi yang tak kalah pentingnya saat sudah memulai bisnis adalah memaintenance konsumen. Konsumen harus menjadi bagian dari bisnis. Tidak hanya sekedar menjadi pembeli, tapi juga sebagai penentu produk/jasa yang akan dilempar ke pasar. Anda dapat membuat data base dari para konsumen dengan membuat kartu member, memberikan hadiah jika konsumen Anda melakukan transaksi yang besar, serta melibatkan mereka dalam banyak kegiatan yang Anda selenggarakan.
“Yang perlu diperhatikan dalam menjalankan bisnis ini adalah perlunya kewaspadaan akan adanya penipuan, dan kualitas foto yang dibuat semenarik mungkin untuk menarik pelanggan,” tambah wanita pemegang merek dagang RaZha untuk produknya ini, menutup wawancara.

Related Posts:

THE DARK HOLE (PART 2)

Sebelumnya ... The Dark Hole Part 1

Ai menggeser tas ransel berisi peralatan kemah dan beberapa keperluan lainnya. Entah mengapa perasannya mengatakan akan ada petualangan besar menantinya. Setelah merasa tas itu nyaman di punggungnya, Ai membonceng di belakang sepeda yang dikemudikan Io. Suasana di luar masih sama. Sepi dan abu-abu.
Sepuluh menit perjalanan, melewati beberapa blok rumah, Io dan Ai tiba di lapangan sekolah. Lapangan berukuran sepuluh kali lima belas meter itu terletak pada bagian belakang sekolah, berbatasan dengan hutan kecil yang menghubungkan sekolah mereka dengan sebuah bukit di belakangnya.
Jo belum datang, dan itu membuat mereka berdua sedikit kecewa. “Dia berbohong,” ujar Ai dengan nada kecewa. Ia masih sempat berharap kalau Jo adalah salah satu orang yang akan membantunya mengatasi semua ini.
“Bisa juga tidak.” Io menanggapi dengan enteng. Ia menyandarkan sepedanya pada sebuah pohon besar, lalu melepas tas ransel dari punggungnya. “Mungkin dia sedang dalam perjalanan kemari. Ini masih kurang beberapa menit lagi. Kita yang terlalu cepat.”
“Itu karena kau terlalu bersemangat,” sahut Ai yang membuat Io menoleh cepat padanya. Matanya menyipit. “Jadi kau tidak?”
“Bukan begitu maksudku … hanya saja …,” Ai tergagap. Ia tak menyangka kalau kakaknya akan menanggapinya serius. “Apa yang akan kita lakukan sekarang?”
Io mendesah dramatis. “Keluarkan bukunya!” Ia menerima buku dari Ai dan langsung membukanya. “Menurut buku ini, dark hole adalah jalan penghubung antara dunia manusia dengan dunia lain,” kata Io sambil terus memindai kata demi kata di buku itu.
“Apa itu?” tanya Io, bingung.
“Dunia dimana sesosok makhluk penguasa kegelapan bersemayam di sana,” Io mengakhiri kata-katanya lalu melihat ke Ai. Kini mereka saling berpandangan lalu secara bersamaan melihat ke arah dark hole yang berjarak beberapa meter saja dari mereka. Mereka sengaja menutupi lubang itu dengan semak-semak. Lubang itu semakin hari semakin membesar. Yang awalnya hanya sebesar kepalan tangan sekarang sudah dua kalinya.
“Hai, kalian!” suara dari balik semak mengagetkan Ai dan Io. Jo berlari tergopoh menghampiri mereka. Lelaki berusia empat puluh tahunan itu membawa sebuah buku lain yang lebih besar dan tebal.
“Aku menemukan jawaban atas semua kekacauan ini,” kata Jo. Kini ia duduk berhadapan dengan mereka.
“Benarkah?!” tanya Ai dan Io serentak, sangat antusias. Jo membuka sebuah halaman pada buku itu.
“Ini ada hubungannya dengan legenda Golden Dragon,” kata Jo sambil memperlihatkan gambar yang tertera pada buku. Seekor naga raksasa dengan tiga cula di kepalanya. Ekornya panjang dan terlihat kuat. Sayapnya lebar dan kokoh. Ia menyemburkan lidah api panjang yang merah menyala.
“Inikah penguasa kegelapan itu?” tanya Ai dengan nada lambat. Matanya terpaku pada sosok naga itu.
“Bukan. Tapi ini adalah penyelamat kita,” jawab Jo. Tangannya memindai pada paragraf di bawah gambar. “Di sini dikatakan, di dalam perut naga ini terkandung sebuah telur raksasa berupa kristal putih. Kristal itulah yang bisa menyumbat kembali dark hole,” jelasnya panjang-lebar.
“Berarti kita harus membunuhnya?” tanya Io sedikit ragu.
“Ya, mau bagaimana lagi. Kalau ingin mengambilnya, ya harus membunuhnya,” ujar Jo sambil mengendikkan bahu.
“Sepertinya memang arus ada yang dikorbankan,” gumam Ai, lalu menghela nafas panjang. Bahunya melorot.
***
“Io… Io… Bangun!”
Tubuh Io berguncang. Dengan cepat matanya terbuka lebar. “Aku dimana?”
Ai duduk di sampingnya, setengah membungkuk. “Di dalam tenda.”
“Di dalam tenda?!” Io segera bangkit dari posisi tidur, lalu duduk sambil melihat sekitar dan terus berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi.
“Kau pikir dimana? Semalam kita berkemah di sini.” Jawab Ai. Ia jadi ikutan bingung dengan sikap Io.
Tiba-tiba pintu tenda terbuka. Jo menyembulkan kepalanya. “Sarapan sudah siap. Ayo cepat makan. Kita butuh banyak tenaga hari ini.”
Kedua remaja itu bangkit lalu keluar tenda. Sesaat kemudian mereka telah duduk pada batu yang melingkari sisa-sisa api unggun yang semalam mereka gunakan. Api unggun yang tak lagi berwarna merah menyala tetapi sudah menjadi abu-abu terang.
“Semalam aku sudah mempelajari buku ini.” Jo mengambil buku di sampingnya lalu membuka sebuah halaman dan menyodorkannya pada Io dan Ai yang masih memegang piring berisi sarapan mereka.. “Ini adalah peta yang menunjukkan dimana Golden Dragon tidur.” Jo memperlihatkan sebuah halaman hanya dengan beberapa garis berwarna berbeda yang meliuk-liuk. Ada beberapa tanda di sana, yang menunjukkan suatu tempat tersembunyi.
“Lalu dimana Golden Dragon sekarang?” Kini Io yang lebih bersemangat dibanding Ai.
“Dia sudah tertidur berabad-abad lamanya di antara dua bukit kembar,” tambah Jo lagi.
“Bukit kembar?! Itu berarti…,” Io dan Ai menoleh ke arah yang sama. “Bukit belakang sekolah.”
“Kita harus masuk ke dalam hutan dan menemukan telaga di sana --,” Jo menunjuk ke peta.
“Kalau begitu kita berangkat sekarang.” Potong Io cepat. Ia meletakkan piringnya, lalu bangkit dan mengangkat ranselnya.
Jo menoleh ke Io dan mencoba menahannya. “Hei. Habiskan dulu sarapanmu.”
“Kita tidak punya banyak waktu.” Io menoleh ke Ai, mencoba mencari dukungan. “Ayo!”
Ai bergeming. “Kalau benar kita harus bertarung, aku tak mau jika harus bertarung dalam keadaan kelaparan.”
Jawaban Ai membuat Io geram. Ia meletakkan tasnya dan kembali ke piringnya. Mereka menghabiskan waktu hampir satu jam untuk sarapan dan membongkar tenda, lalu mulai berjalan masuk lebih dalam ke dalam hutan. Io yang memimpin perjalanan. Ia berada paling depan, disusul Ai dan Jo.
“Yang mana? Kiri atau kanan?” Rombongan berhenti seketika saat Io bingung harus memilih satu diantara dua jalan di depannya. “Persimpangan ini tak ada di peta.”
“Cek sekali lagi!” Ai dan Jo ikut memperhatikan peta. Tapi tetap saja tak ada tanda.
Io terdiam sejenak. “Kita undi koin. Kalau angka kita ke kiri, tapi kalau gambar kita ke kanan.” Ia mengeluarkan koin dari saku jaketnya, melemparkannya ke atas dan membiarkan koin itu jatuh di tangannya, lalu dia menutup tangannya rapat.
“Angka.” Seru Jo.
“Bagus.” Io memasukkan kembali koinnya ke saku jaketnya, lalu berbalik. “Kita ke kiri.”
Ai menoleh ke Jo dengan dahi berkerut. Jo hanya mengendikan bahu, tak bisa memberikan jawaban atas keputusan Io yang tiba-tiba berubah. “Bukankah seharusnya kita ke kanan?”
Io mengingkari perkatannya sendiri. “Tapi instingku mengatakan kita akan menemukan sesuatu di sana,” Io menunjuk ke arah semak. Ia tak ambil pusing protes Ai. Itulah Io. Sosok yang keras kepala dan penuh kejutan. Tak banyak yang bisa dilakukan dengan keputusan Io.
Golden Dragon sangat berbahaya. Dia pemarah dan lincah ..,” Jo terus bercerita sepanjang perjalanan, dan cerita itu membuat Ai penasaran.
“Apa berarti untuk membunuhnya kita harus benar-benar bertarung?”
“Tentu saja.” Sahut Io. “Mana ada makhluk yang mau dengan suka rela menyerahkan nyawanya?”
Hampir satu jam perjalanan, tibalah mereka di sebuah danau dengan airnya yang berwarna hijau kebiruan. Di seberangnya sebuah rumah tua dengan gapura tinggi terbuat dari kayu. Io tersentak. Tiba-tiba ia menghentikan langkah dan membuat orang-orang di belakangnya menabraknya. Pemandangan di depannya, sesuatu yang tak asing baginya. Seperti de javu.
Kenapa berhenti?” tanya Jo sambil melihat ke Ai yang meringis dan mengelus dahinya yang sakit karena menabrak tas ransel Io.
“Rumah itu ...,” kata Io tanpa menoleh ke belakang. Suaranya terputus. Ia berdiri kaku. Matanya memandang lurus pada rumah. Lanjutnya, “ Aku pernah melihatnya.”
“Kau pernah kemari sebelumnya?” tanya Jo lagi, merasa dirinya melewatkan sesuatu dari Io. Tapi Io menggeleng. Lanjut Jo, “lalu dimana kau melihatnya?”
“Di mimpiku." Io masih belum mau berkedip dari pemandangan di depannya.
“Apa kau yakin?” Kini Ai yang ingin memastikan kalau kakaknya itu tidak sedang bercanda.
Io mengangguk mantap. “Kita harus masuk ke sana untuk mengambil pedang itu.
“Pedang?! Seru Jo dan Ai serentak. Keduanya makin tak mengerti.
Io berbalik cepat, berjalan mendekat ke Ai dan Jo. “Pedang yang ada dalam mimpiku.
“Kenapa semua tentang mimpimu. Ada apa dengan mimpimu?” Ai mulai geram. Ia menganggap gurauan Io tidak lucu.
“Entahlah. Aku merasa kalau mimpiku itu memberiku pentunjuk.” Io berusaha membela diri.
“Cukup!” Ai sudah tak tahan dengan sikap kakaknya. “ Aku tidak suka gurauanmu.”
“Aku tidak bergurau. Aku –.“ Io kaget dengan sikap Ai yang tak lagi percaya padanya.
“Hei, sudah. Jangan bertengkar!” Jo menoleh ke Io lalu ke Ai, mencoba melerai. “Kalau memang mimpimu benar, itu berarti kita harus cepat ke sana dan menyelesaikan semua ini.”
Io masih tersungut saat berbalik dan berjalan memasuki halaman, menaiki beranda rumah, lalu membuka pintunya. Di depannya, sebuah ruangan besar dengan sebuah batu besar di tengahnya. Batu itu tersinari oleh cahaya matahari yang menerobosi atap rumah. Mereka mendekat perlahan. Ini tak sama dengan apa yang ada di mimpinya. Tak ada kakek di sana. Justru yang mereka temukan adalah sebuah pedang yang menancap di atas batu. Di bawahnya sebuah prasastiHanya untuk yang terpilih.
Semua saling memandang. Hingga akhirnya Jo maju. Ia memegang erat ujung pedang dan berusaha sekuat tenaga menariknya, pedang itu tak bergerak. Ia kemudian menoleh ke arah Ai dan Io. “Cobalah!”
Ai dan Io serentak menggeleng.
“Tak ada salahnya mencoba, kan?” Pinta Jo, sedikit memaksa.
Io memberanikan diri untuk mencoba, tapi tetap saja pedang itu tak bergerak. Lalu giliran Ai. Ia menahan nafasnya lalu memejamkan mata. Baru saja dia akan menariknya sekuat tenaga, pedang itu tiba-tiba bergerak. Pedang itu berkilauan. Ai mampu mengangkatnya lalu membaca ukiran pada ujung pedang, Lord Swarrow, lalu melihat pada Io dan Jo yang masih terkagum dengan apa yang terjadi.
“Ai, kaulah yang terpilih,” seru Io. Wajah mereka berbinar seketika. Ada denting harapan tentang petualangan ini akan terus berlanjut. “Sekarang, kau yang memimpin misi ini.”
***
Jo, Ai dan Io berjalan menyusuri sebuah gua. Di sanalah Golden Dragon tertidur selama ini. Hanya ini satu-satunya jalan masuk. Gelap, sangat gelap. Tak ada secercah cahaya pun, hingga mereka harus menyalakan senter. Jalan setapak pada gua tidak begitu lebar, hanya cukup dilalui oleh satu orang saja. Di sepanjang dinding dilapisi oleh cairan hitam pekat.
Ai merasa jijik dengan cairan yang lengket di tangannya. Cairan itu meredam cahaya. Karena menurut legenda Golden Dragon sangat aktif jika melihat cahaya.
“Apa ini?” Tanya Ai, tapi tak seorangpun menjawab. Masing-masing tengah sibuk mengamati sekitar.Akhir lorong adalah sebuah tebing curam, yang menghubungkan lorong gua dengan ruangan besar di tengah gunung.
“Suara apa itu?” Tanya Ai lagi. Sebuah suara yang membuat bulu kuduknya berdiri.
“Matikan senternya!” Pinta Jo cepat.
“Kenapa?” Io penasaran.
“Itu suara nafas Golden Dragon,” jawab Jo setengah berbisik.
“Suara nafas?!” seru Io dan Ai serentak dengan nada ngeri.
“Ya ampun, suara nafasnya saja sudah menakutkanku.” Ai merapat ke dinding gua, bersembunyi di antara stalakmit besar yang menjulang kokoh di hadapannya.
“Kau takut?” Tanya Io dengan nada sinis.
Ai berguman. Tatapan mata Io yang seperti itu selalu mengintimidasinya, mengingatkannya akan dosa-dosanya. Ia tak mau jadi pecundang.“ Ti … Tidak.”
Jo mengeluarkan sesuatu dari tas ranselnya. “Pakai ini.” Kacamata inframerah yang akan membantu mereka melihat dalam gelap.
“Keren. Ini seperti di film perang.” Io menerimanya dengan berbinar.
“Hei, Nak. Kita memang sedang berperang.” Timpal Jo.
Mereka melangkah ke depan perlahan, memasang tambang dan menjulurkannya hingga ke bawah. Satu per satu mereka turun. Sesampainya di dasar, mereka bisa merasakan hembusan nafas Golden Dragon. Ia ada di sana, di depan mereka. Perlahan mereka mendekat.
Mereka berdiri di depan Golden Dragon. Dekat, sangat dekat. Ai mengeluarkan pedang Lord Swarrow dari sarung pembungkusnya, yang sedari tadi dibawa di punggung. Io dan Jo melangkah mundur, memberi kesempatan pada Ai melakukan tugasnya, selain itu juga untuk mengantisipasi kalau-kalau terjadi sesuatu.
Ai mengangkat pedangnya. Ia siap mengayunkannya saat tiba-tiba Golden Dragon membuka matanya. Rupanya Lord Swarrow bereaksi terhadap keberadaan penguasa kegelapan dan pengikutnya. Ia bercahaya. Cahaya itulah yang membangunkan Golden Dragon.
Ai terbelalak saat Golden Dragon mengangkat kepala dan mulai meraung. Tubuhnya kaku. Ketakutan seketika menyergapnya. Ia tak pernah mengalami hal semacam ini. Kalau hanya bertarung, setiap seminggu sekali ia diharuskan bertarung sesama anggota Tae Kwon Do sekolah. Tapi ini dengan naga yang suaranya saja menggetarkan dinding gua. Tangan Ai bergetar dan pedangnya hampir jatuh. Sedang Io dan paman Jo berlari mundur, bersembunyi di balik batu besar.
“Seharusnya dia bisa lebih dari itu.” Mata Jo menyipit. Dahinya berkerut.
“Maksudmu?”
“Aku tahu riwayat leluhur kalian.” Jo menoleh ke Io. “Leluhur kalian adalah penjaga pulau ini. Ketika pulau ini diserang penguasa kegelapan, leluhur kalian memimpin perlawanan. Hingga akhirnya penguasa kegelapan kalah dan dipenjarakan di dark hole.”
Io menelan ludah dengan susah, sedikit ngeri dengan cerita Jo. “Benarkah?! Lalu Golden Dragon?”
“Sebenarnya dia adalah tunggangan dari penguasa kegelapan.”
“Dimana penguasa kegelapan itu?”
“Ditawan dalam dark hole. Jika dark hole terbuka, dia akan menyerap semua cahaya di dunia ini. Cahaya itulah sumber kekuatan penguasa kegelapan. Itu sebabnya kita harus segera menutupnya kembali sebelum dia bangkit.”
Golden Dragon menegakkan tubuhnya. Ia menatap Ai tajam. Sedang Ai hanya terdiam, mencoba mengumpulkan keberanian. Seketika Ai merasakan rasa terbakar menjalar di seluruh tubuhnya. Sebuah kekuatan kini telah bangkit dalam dirinya. Dia memutar Lord Swarrow lurus. Ia sudah siap dengan segala serangan.
Golden Dragon mengambil nafas panjang lalu menghembuskannya bersama lidah api yang menjilat, menyebar ke segala arah. Ai mundur selangkah, lalu berlari dan melompat tinggi. Diayunkannya Lord Swarrow, tapi Golden Dragon mampu menghindar. Ia mengepakkan sayapnya lalu terbang mengitari dinding tebing.
Ai mendarat dengan mantap, lalu berbalik, mencoba mencari keberadaan Golden DragonGolden Dragon berputar lalu menukik tajam, mencoba menghantam Ai, namun Ai berlari ke belakang. Ia menapakkan kakinya pada lereng bukit, berlari dengan posisi sembilan puluh derajat, melompat lalu melakukan salto. Diayunkannya Lord Swarrow hingga memangkas ekor Golden Dragon. Golden Dragon mengerang. Lagi-lagi suaranya menggetarkan dinding tebing. Io dan Jo sampai harus menutup telinga.
Ai bergeming. Ia berdiri tegak menghadap Golden Dragon, mengangkat Lord Swarrow, dan bersiap dengan serangan berikutnya. Ai berlari kencang menuju ke sisi kiri Golden Dragon saat naga itu lengah karena lukanya. Ia berlari tegak lurus pada dinding tebing lalu melompat dan berputar hingga berhasil mendarat di kepala Golden Dragon. Jurus itu beberapa kali diulangnya karena memang itulah salah satu cara agar bisa menyaingi makhluk dengan tinggi sepuluh kali tinggi tubuhnya.
Golden Dragon menyadari keberadaan Ai di kepalanya. Dari kejauhan Ai terlihat seperti kutu di kepala Golden DragonGolden Dragon menggeliat dan itu menyebabkan keseimbangan Ai terganggu. Ai terpeleset dan bergantungan di samping kepala Golden Dragon. Tangan kirinya berpegangan pada salah satu tanduk Golden Dragon sedang tangan kirinya menggenggam erat Lord Swarrow.
Kalian! Tolong aku!” Seru Ai. Sedari tadi ia tak melihat Ai dan Jo.
“Bertahan Ai!” Seru Io dari balik batu. Nafasnya menderu melihat adiknya bergelantungan. “Apa yang harus kita lakukan?”
“Kenapa tanya aku? Harusnya kau yang lebih tahu,” elak Jo.
“Aku?” Io menunjuk hidungnya sendiri.
“Kau ingat mimpimu? Mimpi itulah yang telah membimbing kita. Kau bisa melihat masa depan lewat mimpi.”
“Aku tidak mengerti!” Io semakin bingung. Ia mulai panik.
“Jangan berdebat terus! Cepat tolong aku!” Ai masih terus bertahan meski Golden Dragon terus mengibaskan kepalanya, berharap genggaman tangan Ai melemah dan terjatuh. Dengan begitu akan makin mudah baginya untuk menjadikan Ai sasaran empuk.
Jo terus mendesak Io untuk mengingat kembali mimpinya. “Io, coba ingat lagi!” Jo percaya banyak petunjuk dalam mimpi itu.
“Setelah pedang itu, kakek dalam mimpiku berkata, tiga nyawa dalam satu jiwa. Apa maksudnya?”
“Kalian! Cepatlah!” Ai geram. Ia merasa ditinggalkan. Seharusnya ini adalah pertempuran mereka, bukan perorangan.
“Tiga ...,” Io menoleh ke Golden Dragon. Tanduknya! Ai, potong tanduknya!”
“Tanduk?!” Ai melihat tanduk yang digenggamnya. Ia berusaha naik ke atas lalu menencapkan Lord SwarrowGolden Dragon menggeliat kesakitan. Ai diam, menjaga posisinya agar tak goyah. Sesaat kemudian ia mengangkat Lord Swarrow lalu mengayunkannya cepat. Tebasan Lord Swarrow memenggal habis ketiga tanduk Golden Dragon.
Golden Dragon mengerang keras. Sebentar kemudian terkulai lemas. Ai yang berada di atas masih sempat melompat ke belakang, meluncur melalui leher Golden Dragon menuju punggungnya. Ia bertahan di sana, menunggu leher Golden Dragon yang panjang tergeletak di tanah meski masih menghembuskan nafas lemah.
Ai melompat ke bawah. Kakinya sekarang bisa menyentuh tanah. Ia mendekat pada perut Golden Dragon. Sebenarnya ia tak tega melihat Golden Dragon yang tengah sekarat sambil sesekali mengerang. Tapi mau tak mau ia harus membunuhnya untuk mendapatkan kristal itu. Ai mengangkat Lord Swarrow, menancapkannya tepat di perutnya lalu membuat sayatan melintang hingga perutnya terbuka. Sedikit celah terbentuk di sana, membiarkan seberkas cahaya berkilauan keluar, menyebar.
Io dan Jo berlari mendekat.
“Buka lebih lebar!”seru Jo. Kristal bening berbentuk tabung sebesar bayi memancarkan cahaya terang hingga mereka bisa melepas kacamata mereka..
Seketika tanah bergetar. Dinding gua mulai runtuh.
“Cepat ambil kristalnya dan keluar dari sini!” Seru Jo. Io bergegas mengambil Kristal itu dan memasukkannya ke dalam tas. Lalu kedua kakak adik itu berlari ke dinding gua, memanjatnya hingga sampai di lorong tempat mereka masuk.
Ai menoleh ke bawah. Jo masih ada di sana Cepatlah! Gua ini akan runtuh!” Teriaknya. “Kalian keluar dulu dan segera tutup dark hole. Aku akan menyusul!” Seru Jo dan terus memaksa mereka untuk cepat keluar.
Butuh tenaga ekstra untuk berlari dari mulut gua ke dark hole“Lubangnya cepat sekali membesar. Aku harap kristal ini cukup menutupnya,” kata Io saat membantu Ai meletakkan Kristal itu hingga pas pada mulut dark hole. Ada tenaga perlawanan saat kristal itu di masukkanTapi mereka tetap berusaha mendorongnya hingga menutup dark hole dengan sempurna. Dari kristal itu berpendar semakin terang, lalu cahayanya menyebar. Seperti degradasi pelangi. Cahaya itu terus memantul ke segala arah dan diserap oleh semua benda di dunia ini. Warna warni dunia telah kembali seperti semula. Daun hijau, batang coklat, langit biru, awan putih, matahari kekuningan. Ai melihat tubuhnya, lalu ke Io dan sekitarnya. Perlahan tubuh mereka kembali seperti semula. Tidak lagi seperti film hitam putih.
***
“Siapa Jo?” Tanya seorang petugas perpustakaan bernama Kevin saat Io dan Ai kembali ke tempat itu untuk memastikan kalau Jo baik-baik saja. Kemarin Jo tidak ikut mereka menutup dark hole.
Petugas di sini. Dia pernah mengajak kami ke lantai tiga. Jawab Io.
“Tak ada yang bernama Jo disini. Lagi pula lantai tiga sedang di renovasi, tertutup untuk umum.”
Setelah berdebat hampir satu jam, akhirnya Ai dan Io menyerah dan pulang ke rumah. Meski Jo yang mereka maksud tidak mereka temukantapi mereka senang semua telah kembali seperti semula. Dunia yang penuh warna.
Io membuka pintu depan lalu masuk ke dalam rumah, diikuti Ai di belakangnya. Di ruang tamu Zack dan Scarlet berdiri saling bersebelahan. Ia memandang ke sebuah lukisan yang baru saja terpasang di dinding.
“Siapa mereka?” Suara Ai mengagetkan keduanya.
“Ini ayah,” katanya sambil menunjuk ke foto lelaki kecil yang ternyata adalah dirinya. Lalu telunjuknya beralih ke lelaki setengah baya yang berdiri di belakang bocah lelaki itu. “Ini kakekmu. Tangannya bergerak lagi pada foto lelaki dengan rambut memutih sempurna. “Dan ini kakek buyutmu.
“Kakek buyut?” Seru mereka serentak setelah mengamati dengan seksama sosok di foto itu. Mereka berpandangan. Io menyipitkan mata dan dibalas dengan endikan bahu oleh Ai.  Sosok kakek buyut mereka mengingatkan mereka pada lelaki yang telah menemani mereka berpetualang hingga mengalahkan Golden Dragon.


THE END

Related Posts:

SHARING BERSAMA LYGIA PECANDU HUJAN


Kamis, 2 Oktober 2014 adalah hari yang sangat membahagiakan bagi anggota IIDN Solo. Betapa tidak, saat kami tiba-tiba mendapat undangan tidak resmi untuk acara KopDar dengan salah satu penulis wanita yang namanya sudah tersohor hingga seantero nusantara. Lygia Pecandu Hujan atau yang biasa dipanggil Teh Gia, mengajak kami ngobrol dan sharing di sore yang sedikit mendung di Cafe Tiga Tjeret. Cafe yang terletak di jalan Ronggowarsito No. 97 ini memang pas untuk nongkrong dan acara kumpul-kumpul baik dengan seluruh anggota keluarga ataupun juga dengan teman dan kolega.
Seperti yang sudah-sudah, setiap ada acara IIDN Solo, anggota yang hadir tidak lebih dengan 13 orang. Demikian pula sore itu. Hanya 8 orang saja yang hadir, itu pun sudah termasuk salah satu anggota IIDN Solo baru yaitu Fahmi Adiba.

Pada kesempatan itu, sambil ditemani cemilan khas Solo seperti pisang karamel, pis roti, sate baso, dan juga teh nasgitel (panas, legi, lan kenthel), Teh Gia banyak membagikan ilmunya terutama tentang seputar dunia kepenulisan dan penerbitan. Menurut Teh Gia, menjadi seorang penulis baik pemula ataupun sudah berpengalaman hendaknya berpegang pada tiga hal, yaitu ketepatan deadline, kualitas naskah, dan no copas.
Penulis mana yang tidak kenal deadline? Deadline adalah salah satu yang terkadang membuat penulis manapun berasa senam jantung, deg-degan, dan nervous. Namun wanita kelahiran Bandung ini memiliki trik khusus untuk memenuhi deadline menulisnya. Teh Gia yang hampir selalu mendapat tenggat waktu menulis kurang dari satu bulan untuk menulis satu buku mengatakan, dia selalu memiliki deadline-nya sendiri. Deadline yang dia buat selalu lebih awal dari deadline yang diberikan oleh penerbit. Sehingga, dia masih memiliki waktu untuk membaca kembali naskahnya dan juga melakukan editing jika naskah tersebut masih memerlukan perbaikan. Bila sekiranya penulis membutuhkan waktu melebihi deadline yang diberikan, komunikasikan hal tersebut dengan pihak penerbit. Komunikasi yang baik akan dapat membantu memecahkan masalah dan memberikan solusi terbaik. Karena bagaimana pun antara penulis dan penerbit ada hubungan simbiosis mutualisme. Hubungan saling ketergantungan, saling membutuhkan.


Mungkin sebagian orang jadi bertanya, apa perlu seorang penulis melakukan editingterhadap naskah yang ditulisnya? Bukankah sudah ada editor? Menurut Teh Gia, penulis harus bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya, termasuk dalam hal kualitas naskah dari sisi ejaan, ketepatan penggunaan istilah dan tidak adanya kesalahan penulisan atau no typo. Ini dimaksudkan untuk meringankan kerja editor. Editor pasti akan senang jika naskah yang diterimanya rapi, sesuai dengan ketentuan pengiriman naskah yang disyaratkan, dan benar. Jika editor cepat mengoreksi naskah kita dan menganggap naskah kita layak, dengan cepat pula naskah tersebut akan naik cetak.
Masih menurut Teh Gia, dari kesemuanya yang paling penting adalah no plagiat, no copas. Penulis adalah menulis. Mungkin gagasan akan sama, namun pilihan kata, gaya penulisan dan susunan kata haruslah berbeda. Dalam hal ini Teh Gia membocorkan tips agar terhindar dari copas. Hal yang biasa dilakukan oleh Teh Gia adalah menulis ulang 2 sampai 3 kali naskah yang sudah ditulisnya. Memang sedikti merepotkan, namun ini dapat membantu penulis terhindar dari copas.


Sekarang kita semua tahu, tidak ada namanya penulis pemula ataupun penulis senior. Penulis adalah penulis. Etika dan sopan santun tetap dikedepankan. Jangan seenaknya sendiri. Ketika penulis menjatuhkan nilai-nya sendiri di depan penerbit, maka akan dengan cepat pula penerbit lain juga enggan melirik penulis tersebut. Sekalipun penulis tersebut memiliki koneksi ke dalam, itu tidak akan banyak membantu. Penulis sendirilah yang pada akhirnya harus meningktkan nilai-nya sendiri di depan penerbit.
Tuh, asyikkan ngobrol sore bareng Teh Gia. Waktu 3 jam berasa cuman 3 menit, sangking serunya ngobrol, hehe :D 

Related Posts: